Sabtu, 05 Mei 2012

Ketentuan dan Qana'ah.

                                                                                      
                                                                         
                                                        I S L A M  dan  I L M U N Y A  
Ketentuan dan Qana’ah
Allah Ta’ala adalah Dzat Yang Maha Merajai diseluruh alam semesta ini. Dia mengetahui segala sesuatu yang ada dialam ini, dan itu semua di dalam penguasaan dan ketentuanNya. Dengan kebijaksanaan dan kehendaknya sendiri, maka dari itu apa saja yang terjadi di dunia ini, semua berjalan dengan kehendak dan Iradaht yang telah direncanakan oleh Allah Ta’ala.
“Man tarka minal jahli syaiy-an man arada an yuhdi tsafiyl-waqti ghaiyra azh-hara hullahu fiyhi”. {“Tidak meninggalkan kedunguan sedikitpun (sangat bodoh) orang yang menghendaki perubahan didalam waktu (yang telah ditentukan) menuju kelain waktu yang Allah telah menampakannya didalam waktu itu”}.
“Wa kullu syaiy-in ‘indahu bimiq-daarin”.
{“Dan segala sesuatu pada sisi Allah adalah dengan ketentuan taqdir”}.
Oleh sebab itu jika ada orang yang ingin merubah suatu keadaan yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala pada waktu itu juga. Misalkan ada orang ingin disegerahkan pada tingkatan maqam tajrid (selalu beribadah) padahal pada sha’at itu ia berada pada tingkatan maqam khasab (berusaha), atau sebaliknya ia minta disegerakan pada tingkatan khasab padahal ia berada pada tingkatan tajrid. Begitu juga orang yang sedang jatuh sakit lalu ia minta disembuhkan dengan segera, atau minta disegerakan menjadi kaya padahal waktu itu ia berada dalam keadaan miskin. Orang yang sedemikian itu adalah sedungu-dungu atau sebodoh-bodoh orang, yang tidak memahami akan kudraht dan iradaht Allah Ta’ala.
Sebagaiman firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an :
“Yas-aluhu, man fissamawaati wal-ardhi. Kulla yawmin huwa fii syakni”(29) “Fabi-ayyi alaa-i rabbikuma tukadz-dzibaani”(30).
{“Semuayang ada di langit dan dibumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia mempunyai urusan. Maka ni’mat Tuhan kamu yang mana, yang kamu dustakan”}.
{QS. Ar Rahman. 29-30}.
Maka ma’na dari ayat tersebut dapat ma’nakan : Allah Ta’ala senantiasa dalam keadaan mencukupi, menghidupkan, mematikan, memelihara. Tetapi mengapa orang yang demikian itu dikatakan sedungu-dungunya manusia ?. Karena ia menghendaki suatu keadaan yang belum dikehendaki Allah Ta’ala, berarti dalam garis besarnya ia tidak rela akan ketetapan dan keputusan Allah Ta’ala yang telah diberikan kepadanya. Padahal apa saja yang telah ditetapkan Allah Ta’ala kepadanya bukanlah termasuk yang tercela. Jadi usahanya untuk merubah suatu keadaan yang telah di tetapkan oleh Allah Ta’ala itu termasuk perbuatan yang tidak sopan (tercela).
Sebaiknya setiap orang yang menerima ketetapan (taqdir) Allah Ta’ala ini haruslah diterima dengan lapang dada dan ikhlash. Sebagaimana perilaku Nabi Muhammad s.a.w. ketika menerima ni’mat yang telah diberikan kepadanya, beliau selalu mengucapkan do’anya :
“Allahumma a-‘inniy ‘alaa dzikrika wa syukrika wa hhusni ‘ibadatuka”.
“Yaa Allah Tuhan kami, jagalah kami agar supaya selalu ingat kepada-Mu, dan tetap bersyukur kepada-Mu”.
Di antara satu shifat yang tidak boleh dikerjakan orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan menyerah kepada-Nya, yaitu jemu dan bosan atas rahmat Allah Ta’ala atas pekerjaan yang herus dihadapi, mitsalnya saja sebagai seorang petani, seorang pedagang. Mereka mempunyai anggapan bahwa pekerjaan sebagai petani, atau pedagang itu bisa menghalangi untuk menghadap kepada Allah Ta’ala. Kemudian ia minta kepada Allah Ta’ala agar dialihkan pekerjaannya itu kepada pekerjaan yang lain dengan segera. Karena ia telah bosan (jemu), maka permintaan yang demikian itu tidak selayaknya dan tidak pantas di lakukan oleh seorang hamba yang beriman. Karena perilaku yang demikian itu adalah termasuk perilaku yang tidak baik.
“Laa tathlub minhu anyukhri juka min hhalatin liyata’milaka siwaha falaw araadaka lasta’malaka min ghaiyri ikhrajin”.
“Janganlah kamu meminta kepada Allah agar Dia mengeluarkan kamu dari suatu keadaan yang bershifat keduniawian supaya memberikan pekerjaan kepadamu selain keadaan sebab seandainya. Dia menghendaki kamu, pastilah Dia memberipekerjaan kepadamu tanpa merubah/mengeluarkan (dari keadaan semula)”
Oleh karena itu  manusia khususnya orang beriman tidak perlu cemas dan takut akan keadaan yang sedang dihadapi, yang dianggapnya kurang menguntungkan itu. Walaupun yang dihadapi itu merupakan penderitaan pada lahirnya, padahal pada haqiqahtnya bagi orang yang mengerti dan bijaksana mereka mengetahui bahwa apa saja yang dideritanya itu mengandung hikmah yang sangat besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar