Jumat, 13 April 2012

Hati terlukis Dunia.

                                                                                    
                                                                       
                                           I S L A M  dan  I L M U N Y A                                                                                                                                                                                           
       Hati Tergambar Lukisan Dunia.
Semua orang yang beriman tentu menginginkan hatinya memancarkan cahaya, untuk mengenal akan Allah Ta’ala dengan rahmat yang telah Allah Ta’ala berikan, dari segala ketentuannya, baik itu penglihatan bathin, ilmul yaqin, ainul yaqin ataupun haqqul yaqin.  Yang demikian itu tidak akan dapat apabila didalam hatinya tersebut masih ada goresan-goresan gambar (lukisan) keadaan dunia,  karena itu semua bisa menjadikan gelapnya hati tersebut.  Adapun terlepasnya hati  dari belenggu gambaran (lukisan) dunia ada {tiga} hal. Sebagaimana firman Allah Ta’ala  didalam Al Qur’an :
1}.      Orang dapat sampai kedalam naungan Allah Ta’ala kelak hendaknya menahan hawa nafsu yang tersirat dalam hati harus disingkirkan. Selama syahwat hawa nafsunya masih tersimpan  dan tersirat (membelenggu) dihati, akan mendapatkan kesulitan (sia-sia) untuk sampai kepada Allah Ta’ala.  
“Wa amma man khafa maqama rabbihi, wa nahan-nafsa ‘anil hawaa”.{40} “Fainnal-jannata hiyal-maawaa”.{41}  {“Dan  adapun  orang-orang  yang  takut kepada  kebesaran  Tuhannya  dan  menahan  diri  dari  keinginan  hawa  nafsu. Maka  sesungguhnya  syurgalah  tempat tinggalnya”. {QS. An Naazi’aat. 40-41}
2}.         Orang  yang  menginginkan  sampai  kehadhirat  Allah Ta’ala, hendaknya  jiwanya bersih  dari  kesalahan-kesalahan,  baik kesalahan kepada Allah Ta’ala maupun terhadap sesama  manusia.  Karena  kesalahan itu ibaratnya orang yang menanggung janabah, yaitu orang yang mempunyai hadats besar yang berupa kesalahan dan itu harus dibersihkan (disucikan)  terlebih  dahulu, jika  hendak sampai kehadhirat Allah Ta’ala.  Yaitu dengan bertaubat menyesali  perbuatan yang  pernah  di alami  atau yang pernah dilakukan.
“Innamat-tawbatu  ‘alallahi  lilladziyna  ya’lamunas-suua  bijahaalatin  tsumma  yatuubuna min-Qariybin  fa-uulaa-ika  yatubullahu  ‘alayhiim,  wakanallahu ‘alayman  hhakiyman”.{17}”Walaysatit-tawbatu  lilladziyna  ya’maluwnas-sayyi-aati  hhatta  idzaa  hhadhara  ahhada  humul-mawtu  qaala  inni  tubtul-aana  walalladziyna  yamuwtuwna  wahum  kuffarun  uulaaika  a’tadna lahum  ‘aadzaaban  aliyman”.{18}
“Sesungguhnya  taubat  disisi  Allah  hanyalah  taubat  bagi  orang-orang  yang mengerjakan  kejahatan  kejahilan  yang  kemudian  mereka  bertaubat  dengan  segera,  maka  mereka  itulah  yang  diterima  Allah  taubatnya : dan  Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah  taubat  itu di-terima  Allah  dari  orang-orang  yang  mengerjakan  kejahatan,  hingga  apabila  datang  ajal  kepadanya  seseorang  diantara  mereka (barulah) Ia mengatakan : “Sesungguhnya  saya  bertaubat sekarang”.  Dan tidak (pula  diterima  taubat)  orang-orang  yang  mati  sedang  mereka didalam  kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami disediakan siksa yang pedih”.{QS. AnNisaa.17-18}.
Dan Allah Ta’ala Maha Pengampun pada semua hambanya yang mau bertaubat  lagi bersih jiwanya.
3}.           Orang yang mengharafkan akan Ilmu kepada Allah Ta’ala, yang  dengan ilmu itu nantinya  mampu  memahami  akan  semua  rahasia  (perkara) yang  samar  atau “‘aliymal rghaibi  wa syahadahti” {mengetahui yang rghaib dan yang nyata}. Maka untuk itu haruslah benar-benar  mengakui (menyesali) perbuatan kesalahan dan dosa yang telah dilakukan,  dengan kata lain harus melaksanakan apa-apa yang  sudah diwajibkan akan perintah Allah Ta’ala  dan meninggalkan apa yang sudah menjadi larangan (diharamkan) oleh Allah Ta’ala.  Dan  berada  atas ketaqwaan  agar  dapat  terjauh dari perbuatan yang salah atau ma’siat. Sebab ketaqwaan dan kema’siatan adalah dua hal yang yang berlawanan, mustahil dua hal tersebut bisa disatukan.  
“Wattaqullaha  wayu-’allimukumullahu  wallahu bikulli syay-in  ‘aliymun”.
{“Dan  bertaqwalah  kepada  Allah,  niscaya  Allah mengajarimu  dan Allah  Maha Mengetahui  segala sesuatu”}. {QS. Al Baqarah. 282}.
“Wattaqullaha  la’allakum tuflihun”.
{“Dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu menadapat keberuntungan”}.
{QS. Ali Imran. 130}
“Man ‘amila bimaa ya’lamu war-ratsahullahu ‘ilma maalam yu’lam”
{“Barang siapa yang mengerjakan apa yang sudah diketahui, maka Allah akan melimpahkan kepadanya pengetahuan sesuatu yang belum diketahui”}.
{HR. Muslim}
Dari  semua  pengertian  tersebut  bisa  disimpulkan  bahwa untuk dapat mencapai tingkatan yang  mulia  dan  mendapat  kasih  sayang  disisi  Allah Ta’ala  maka  dapat dima’nakan empat pengertian :
1.                  Membersihkan  hati  dari  berbagai macam  hal keduniawian yang   mempengaruhi dan membawa hawa nafsu untuk diisi ketaqwaan dan keimanan  kepada  Allah Ta’ala.
2.                    Mengekang /memerangi hawa nafsu yang selalu mempengaruhi    serta mendorong diri untuk berbuat ma’siat  dan kejahatan  (keingkaran).
3.               Menyesali  dan  membersihkan shifat-shifat tercela dari semua    kesalahan-kesalahan yang pernah  dilakukan atau diperbuat.
4.                  Bertaubat dan menebus  kesalahan dan dosa dengan melakukan ketha’atan kepada Allah Ta’ala  dengan  berada atas  apa  yang telah diperintahkan (yang diwajibkan) serta meninggalkan apa-apa yang dilarang (yang diharamkan) dan diikuti dengan bertaqwa dan bertawakkal  kepada  Allah Ta’ala,  sehingga tercapailah harapan dan hikmah hati  yang  penuh nur keimanan, serta membawa diri kedalam hadhirat Allah Jalla wa ‘azza.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar